Menangkal Petir Pada Musim Hujan

| |
Menangkal Petir Pada Musim Hujan

Memasuki musim hujan, bukan hanya angin kencang, banjir, ataupun longsor yang perlu diwaspadai. Sambaran petir pun turut mengancam. Pada Rabu (8/12) lalu contohnya, tiga nelayan Pamekasan Madura tewas tersambar petir saat sedang melaut. Masih di Pamekasan, sehari sebelumnya (Selasa, 7/12) satu rumah rusak berat disambar petir. Kerugian mencapai jutaan rupiah (surya.co.id). Kurang dari sebulan sebelumnya (18/11) di Sukahaji Bandung, seorang ibu penjual gorengan juga tewas disambar petir
Indonesia termasuk negara yang rawan petir karena berada di wilayah tropis. Cuaca yang panas dan lembab menyebabkan awan Cummulonimbus sangat mudah terbentuk. Awan ini tampak bergumpal-gumpal di langit menjelang hujan dan menjadi sumber petir. Karena banyaknya awan Cummulonimbus, petir bisa bertamu ke Indonesia rata-rata sekitar 200 hari dalam setahun. Sebagai perbandingan, Amerika Serikat hanya dikunjungi petir sekitar 100 hari dalam setahun.
Di Jawa Barat, daerah rawan sambaran petir membentang membentuk pita dari Bogor sampai Tomo (sekitar Sumedang), termasuk Bandung di dalamnya. Pita ini diapit pantai utara Jawa dan daerah pegunungan di tengah. Tingkat sambaran petir tertinggi dalam pita ini bisa mencapai 20 sambaran per km persegi per tahun. Di Kota Bandung, tingkat sambaran petir berada di atas rata-rata, yaitu mencapai 12 sambaran per km persegi per tahun.
Sambaran petir yang langsung mengenai manusia ataupun bangunan memang sangat berbahaya. Petir yang kecil saja bisa membunuh dengan seketika. Betapa tidak, petir rata-rata membawa arus sebesar 300 KA (KiloAmpere) dengan energi sebesar 500 MJ (MegaJoules). Energi tersebut setara dengan benda seberat 50 ton yang dijatuhkan dari ketinggian 100 meter.
Untuk melindungi diri dari ancaman tersebut, warga dihimbau untuk segera meninggalkan tempat terbuka begitu hujan deras datang. Segala sesuatu yang lebih tinggi daripada sekitarnya, berapa pun beda tingginya, cenderung menjadi sasaran petir. Kasus nelayan di Pamekasan adalah contoh nyata. Perahu mereka hanya semeter kurang tingginya dari permukaan laut. Namun di tengah laut luas, perahu merekalah yang paling menonjol, sehingga mudah disambar petir.
Prinsip yang sama berlaku pada bangunan. Antena TV, tiang listik, menara, dan bangunan tingkat dua atau lebih yang menonjol di antara permukiman adalah sasaran empuk bagi petir. Risiko tersambar petir semakin bertambah jika bangunan tersebut dijejali peralatan elektronik. Kantor dan gardu PLN ataupun PT Telkom termasuk ke dalamnya.
Bangunan yang paling berisiko adalah menara radio dan BTS (Base Transceiver Station) milik operator seluler. Untuk menangkal bahaya sambaran langsung petir, bangunan-bangunan tersebut biasanya dilengkapi dengan penangkal petir.
Cara kerja batangan-batangan besi berujung lancip yang lazim kita lihat di atap bangunan tersebut sebenarnya sederhana. Petir pada dasarnya adalah loncatan muatan listrik dari awan yang bermuatan negatif ke bumi yang lebih positif. Dalam perjalanannya ke bumi, muatan tersebut akan mencari jalur terdekat dan lebih konduktif dibandingkan dengan sekitarnya. Karena lebih tinggi dari bangunan dasarnya, batangan logam lancip tersebut menyambut petir lebih dahulu. Arus listrik dari petir kemudian disalurkan (grounded) ke bumi yang mampu menampung muatan listrik tak terbatas.
Kerugian sambaran tak langsung lebih besar
Namun, petir tak hanya merusak karena sambaran langsungnya. Di sekolah menengah, kita pernah belajar bahwa arus listrik yang melewati kabel akan menghasilkan medan magnetik di sekitarnya. Demikian pula halnya dengan petir. Sebagai bentuk aliran arus listrik, petir juga menghasilkan imbas elektromagnetik. Karena arus yang dibawa petir sangat besar, tentu imbasnya pun tak kalah besar.
Kerugian akibat sambaran petir secara langsung justru lebih kecil daripada sambaran tak langsung. Sekitar 70 persen kerugian akibat sambaran petir terjadi karena sambaran tak langsung. Petir yang menyambar di satu tempat menghasilkan gelombang elektromagnetik yang mengakibatkan lonjakan tegangan tiba-tiba di sekitarnya. Lonjakan tegangan tersebut jelas akan merusak komputer, telepon, televisi, radio, dan peralatan elektronik lainnya. Besarnya kerusakan akibat imbas petir bergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah besarnya petir, jarak dari lokasi sambaran, dan sensitivitas peralatan elektronik.
Kerugian akibat sambaran tak langsung bukan hanya terjadi karena kerusakan peralatan, melainkan juga akibat ketidakberlangsungan operasi. Contohnya adalah kasus sambaran petir di Koln, Jerman, pada tahun 1989. Pada jarak sekitar 100 meter dari gedung yang terkena sambaran, berdiri suatu instalasi komputer.
Kenaikan tegangan yang disebabkan sambaran petir mengakibatkan kerusakan instalasi komputer di gedung tersebut. Perbaikan perangkat komputer menghabiskan dana sekitar 1 miliar Rupiah. Namun, kerugian karena tidak bekerjanya komputer mencapai 4 miliar Rupiah.
Untuk melindungi bangunan ataupun peralatan dari sambaran petir tak langsung, batang penangkal petir biasa saja tidak cukup. Dibutuhkan perangkat lain yang disebut Arrester. Arrester mencegah lonjakan tegangan tiba-tiba pada peralatan elektronik. Hal ini ditempuh dengan membuang atau menyalurkan kelebihan tegangan dari sambaran langsung ataupun tak langsung ke dalam bumi.
Meski Supplier bertebaran, harga Arrester memang cukup mahal. Nilainya berkisar antara ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Harga perangkat ini bahkan bisa melebihi harga peralatan yang dilindunginya. Namun, uang sebesar itu tentu sepadan dengan keselamatan data, kelangsungan operasi, dan nyawa yang bisa diselamatkannya.
Penulis adalah Ketua YPM Salman ITB. Beliau merupakan asisten profesor pada Program Studi Electrical Power and Engineering, School of Electrical Engineering and Informatics ITB. Salah satu aktivitasnya saat ini adalah mengajar dan meneliti teknik tegangan tinggi, proteksi petir, serta pengukuran listrik. Tulisan ini diterbitkan juga di Harian Umum Pikiran Rakyat Bandung.
Terima kasih telah membaca artikel: Menangkal Petir Pada Musim Hujan

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.